Wednesday, August 12, 2015

Bertahan

Terkadang aku berpikir, mengapa aku seperti ini? Mengapa aku bodoh? Mengapa aku tidak mudah menyerah padahal semuanya sudah jelas? Sudah jelas terlihat tetapi masih saja aku ingkari.

Semua rasa dan kata yang terus menghantuiku sudah aku sampaikan. Memang tidak semua, dan tidak bisa menggambarkan sepenuhnya apa yang aku rasakan. Tetapi, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Saat di mana logika dan akal sehatku berkata untuk terus maju dan meninggalkan masa lalu itu. Saat di mana sekitarku sudah menyerah kepadaku sejak lama. Tetapi apa yang aku lakukan? Aku terus berkata kepada mereka untuk bertahan sebentar saja. Bertahan sebentar seperti apa yang egoku inginkan.

Bertahan? Ingin aku menertawai diriku dan meneriakinya. Apa sebenarnya yang aku tunggu? Apakah aku harus menunggu sampai air mataku kering? Air mata? Bukankah memang sudah kering dari beberapa saat yang lalu? Bukankah air mata itu sudah menyerah kepada diriku, sehingga tidak mau menampakkan dirinya lagi? Tidak lagi mau membantu untuk menenangkan diriku. Tidak mau membantuku untuk mengurangi kesesakan ini.

Apakah aku harus menunggu sampai akal sehatku menghilang dan menyerah kepada diriku sendiri? Mungkin memang perlu seperti itu untuk menyadarkan diriku ini. Diriku yang entah keras kepala, bodoh, atau yang senang menyakiti diriku sendiri. Tetapi apakah sebenarnya akal sehatku memang sudah mulai meninggalkan diriku sedikit demi sedikit? Menyerah kepadaku seperti air mata itu.

Lalu, pada apakah aku harus bertahan? Tidak ada lagi yang membantuku untuk bertahan. Tubuhku sudah menyerah sejak lama. Akal sehatku sudah tidak mau bekerja lagi. Air mata, air mata yang dapat mewakili perasaan dan egokupun sudah turut menyerah. Karena memang tidak ada yang bisa aku tunggu. Ia yang aku tunggu, sudah sejak lama menyerah kepadaku.

Lalu apa yang aku lakukan sekarang? Masih ingin bertahan pada kekosongan dan kehampaan itu? Jika memang yang terbaik adalah menyerah, ajarilah aku untuk menyerah. Ajarilah aku untuk berhenti bertahan dalam kekosongan itu. Ajarilah aku untuk melawan egoku yang terus mengatakan kepada diriku untuk terus bertahan.

Kepadamu air mata, izinkanlah aku menggunakan dirimu sekali saja. Untuk memadamkan rasa yang membebaniku ini. Karena aku tau, aku tidak bisa bertahan bila memang seluruh tubuhku memang sudah tidak mampu untuk membantuku bertahan.