Kadang
aku berpikir, jika aku tidak mengenalmu, apakah hidupku akan lebih baik
dibandingkan sekarang? Apakah hatiku tidak perlu merasakan apa yang
dirasakannya sekarang? Tapi apakah benar akan menjadi lebih baik? Atau apakah
aku akan menjadi lebih terpuruk dibandingkan sekarang? Jika aku diberikan
kesempatan untuk memutar balikkan waktu, dan diberikan pilihan untuk tidak
bertemu dan mengenal dirimu, maka aku akan menolaknya. Kamu, walaupun kamu
mungkin bukan kepingan puzzle untuk
kehidupanku, tetapi kamu merupakan pelajaran terbaik yang ada di dalam hidupku.
Kalau aku boleh berkata, kamu adalah hal yang terbaik yang
pernah ada di dalam kehidupanku. Memang terdengar kacangan, atau cheesy, tapi karenamu aku mendapatkan
banyak hal yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya. Jika kamu mengaitkan
dengan jantungku yang berdetak dengan liarnya atau kupu-kupu yang bergejolak di
perutku ketika berada di dekatmu, bukan itu yang kamu ajarkan kepadaku.
Jantungku dan kupu-kupu itu sudah ada sebelum aku bertemu dengan dirimu. Jauh
sebelum aku tau bahwa ada eksistensi dirimu di alam semesta ini.
Tetapi aku pernah berpikir, mungkin saja kita bertemu
sebelum kamu menyadari akan kehadiranku, atau aku menyadari akan kehadiranmu.
Mungkin kita berpapasan . Atau mungkin kita sudah saling menyadari, tapi tidak
ada yang berani untuk memulai. Pertemuan kita memang sudah ditakdirkan oleh
Tuhan untuk terjadi. Dan mengenal serta mencintaimu juga sudah ada dalam
suratan hidupku. Seperti yang aku katakan sebelumnya, kamu adalah pembelajaran yang
berharga untuk diriku yang masih buta akan kehidupan ini. Karena kamu, seperti
guru yang mengajarkan dan mengenalkan dunia yang belum pernah tersentuh
kepadaku.
Aku mencoba untuk mengingat bagaimana pertemuan pertama
kita. Pertemuan yang menyenangkan dengan beribu memori yang selalu membuat
senyumku mengembang seperti anak kecil yang dibelikan mainan baru oleh orang
tuanya. Tidak ada yang istimewa memang, tetapi tetap membuat rasa bahagia itu
muncul ketika mengingatnya. Aku tau seharusnya aku, perempuan yang mudah jatuh
cinta, memang sudah seharusnya aku memasang perisaiku ketika pertemuan pertama
itu.
Aku juga teringat bagaimana bahagianya diriku pada
hari-hariku yang masih menghadirkan dirimu. Dengan hal-hal sepele yang kamu
lakukan untukku, Dengan canda dan tawamu. Dengan aroma tubuh dan sentuhanmu .
Dengan sapaan hangat darimu. Atau dengan sekedar aku bisa melihatmu dari
kejauhan. Aku tau air mata itu tetap ada. Tetap mengiringi langkahku walaupun
kamu masih ada di sampingku. Air mata itu seakan menyadarkanku untuk terbangun
dan menyadari bahwa dirimu tidak nyata. Dan menyadarkanku bahwa kebahagiaan
yang aku katakan itu hanyalah aku yang mengarangnya. Mengarang seperti
tulisan-tulisan yang aku buat untuk dirimu.
Jika aku boleh berkata, kebahagiaan yang aku rasakan itu
seakan terenggut dariku ketika kamu menghilang seperti buih-buih balon.
Menghilang dengan cepatnya, tetapi meninggalkan bekas basah dan licin.
Membuatku sekarang seakan lupa tentang apa itu bahagia. Membuatku seakan
berpikir bahwa kebahagiaan dengan dirimu merupakan kebahagiaan yang nyata dan
kebahagiaan yang lain merupakan kebagiaan yang semu. Berarti yang aku butuhkan
hanyalah kehadiran dirimu untuk membuatku merasakan apa perasaan bahagia itu
bukan? Tidak perlu memilikimu, tetapi hanya perlu eksistensimu didekatku. Untuk
merasakan kebahagiaan yang aku inginkan.
Benarkah diriku tidak ingin memiliki mu?
Bernahkah aku hanya ingin kamu hadir dalam kehidupanku? Atau malah sebenarnya
aku menginginkan keduanya? Aku tidak tahu. Karena walaupun aku hanya
menginginkan salah satunya, hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Jika aku
diberi kesempatan untuk membalikkan waktu atau menghentikannya, aku akan
memilih untuk berada kepada kebahagiaan semu itu.