Ya setelah saya membaca tulisan teman saya Masuk Sastra Mau Jadi Apa? (ayo mari silahkan dibuka dan di-like :)), saya menjadi terdorong untuk membuat suatu tulisan karya saya sendiri. Sebenarnya sedikitnya saya merasa malu setelah membaca tulisan teman saya, kenapa? karena saya merasa saya hanya dapat menulis sesuatu yang picisan bukan sesuatu yang bisa menginspirasi orang-orang banyak seperti teman saya itu :(. Dan setelah saya membaca artikel teman saya tersebut, saya jadi tergugah dan ingin menulis yang lebih berintelek bukan sekadar roman picisan. Sebut saja saya copycat, saya tidak peduli yang penting saya tidak melakukan plagiarism.
Sebenarnya saya sudah lama ingin menulis mengenai ini, tetapi karena belum sempat dan bingung merangkai kata-katanya, saya belum juga menulisnya. Apa yang ingin saya tulis yaitu mengenai budaya sogok-menyogok yang marak terjadi di masyarakat. Pasti kalian merasa tidak asing dengan kata-kata sogok-menyogok atau suap-menyuap bukan? Ya, sering kali kita mendengar di berita banyak para petinggi negara yang melakukan suap-menyuap dengan berbagai macam motivasi dan tujuan yang mendasarinya. Bukan hanya petinggi negara, kegiatan sogok-menyogok dapat kita lihat disekeliling kita juga. Sebagai contoh di sekeliling saya sendiri.
Saya merupakan salah satu Mahasiswa sebuah Universitas Negeri di Depok. Setiap hari untuk menuju ke kampus saya tersebut, saya harus mengendari dua buah bus. Bus pertama bus yang mengarah ke terminal Blok M, dan bus kedua adalah bus yang mengarah ke Terminal Depok. Bus kedua yang saya tumpangi, sangat jarang dan sangat lama datangnya. Alhasil saya harus menunggu dan duduk disekitar terminal. Yang menjadi perhatian saya selama menunggu adalah aktivitas yang terjadi di terminal Blok M ini. Mungkin bagi kalian yang sering berkunjung ke Terminal Bus, kalian pasti tahu betapa padatnya terminal ketika di pagi hari. Selain bus-bus yang berlalu lalang keluar masuk terminal, masih banyak aktivitas lain yang terjadi di terminal Blok M ini. Banyak pedagang yang sudah menjajakan dagangannya, banyak penumpang yang berlalu-lalang bahkan berlari untuk mengejar bus yang ingin mereka tumpangi, dan berbagai aktivitas-aktivitas normal lainnya. Dari banyak aktivitas yang terjadi ada beberapa aktivitas yang menarik pehatian saya.
source: http://www.google.com/imgres?q=terminal+blok+m&hl=en&client=safari&sa=X&tbo=d&rls=en&biw=1280&bih=664&tbm=isch&tbnid=Aw5h9c6BJ7WKzM:&imgrefurl=http://www.agefotostock.com/en/Stock-Images/Rights-Managed/TRI-10628358&docid=6leKLArAB3JsyM&imgurl=http://previews.agefotostock.com/previewimage/bajaage/a91fde43fc5935750e13aa663d924b9a/TRI-10628358.jpg&w=540&h=375&ei=OAnlUJCaK4n5rQe--oGwAg&zoom=1&iact=hc&vpx=501&vpy=354&dur=2339&hovh=187&hovw=270&tx=82&ty=78&sig=109488236603466007088&page=3&tbnh=131&tbnw=205&start=48&ndsp=28&ved=1t:429,r:62,s:0,i:282
Aktivitas apakah itu? Dan apa hubungannya dengan tema sogok-menyogok yang saya angkat saat ini? Aktivitas yang menarik perhatian saya adalah hubungan antara Polisi yang menjaga di terminal tersebut dengan para kenek atau supir bus. Pertama kali saya melihat petugas (sepertinya polisi atau DLLAJR, saya kurang yakin) yang berada di Terminal Blok M, saya beranggapan bahwa mereka akan menjalankan tugas mereka dengan baik. Tetapi ternyata itu hanya pikiran saya yang terlalu dangkal. Seperti yang saya katakan di atas bahwa terminal menjadi padat ketika di pagi hari dengan bus yang berlalu-lalang. Tetapi jangan kalian berpikir bahwa mereka (para bus) berjalan sesuai dengan aturan dan sangat tertib. Tidak sama sekali. Para supir bus mengendarai bus mereka dengan ugal-ugalan, padahal bus mereka sudah berada di dalam terminal. Terkadang, bukan hanya terkadang sebenarnya kata yang lebih tepat adalah selalu, para supir bus yang ugal-ugalan tersebut membahayakan para penumpang yang berlalu-lalang. Jalur yang seharusnya digunakan untuk para penumpang berjalan menuju blok-blok terminal tempat mereka menunggu, malah digunakan para supir bus untuk mendahului bus yang lainnya atau malah digunakan untuk mengetem. Melihat hal tersebut terkadang membuat saya jengkel sendiri. Kelalaian para supir bus tersebut membuat dua masalah. Masalah pertama, kelakuan mereka dapat membahayakan para penumpang yang sedang berjalan. Terkadang hampir ada penumpang yang tertabrak dan supir bus tersebut malah marah-marah kepada penumpang itu. Masalah yang kedua, terminal menjadi macet karena banyaknya bus yang mengetem.
Jadi apa hubungannya tadi saya mengatakan adanya polisi/DLLAJR dengan para bus yang mengetem dan membahayakan penumpang? Banyak sekali hubungannya. Mereka (para petugas) seharusnya mentertibkan para supir bus agar tercipta suasana tertib dan aman. Tetapi yang dilakukan para petugas tersebut malah sebaliknya. Mereka membiarkan para supir bus melakukan apapun sekehendak supir bus itu. Tongkat dan peluit yang mereka bawa, terlihat hanya sekadar simbol yang melengkapi penampilan mereka. Sesekali memang mereka membunyikan peluit mereka, tetapi bunyi peluit itu lebih sekadar simbol bahwa mereka menjalankan tugas mereka bukan sebagai peringatan bagi para supir yang melanggar. Bagian sogok-menyogok? Tentu saja ada. Kalian pasti tahu dan sudah merasa tidak asing lagi mendengar istilah uang rokok untuk polisi/petugas. Para supir bus yang melanggar itu melakukan hal sogok-menyogok kepada seorang petugas agar STNK mereka tidak diambil oleh petugas. Pada awalnya saya mengira tidak semua petugas menerima uang haram itu (saya mengatakan uang haram karena menurut saya uang tersebut tidak didapatkan dari jalan yang benar), tetapi setelah 1 tahun saya mondar-mandir di Terminal Blok M, saya merasa semua petugas disana sama. Hanya dengan selembar uang 10.000, masalah terhadap supir bus selesai. Wajah para petugas yang menerimanya hanya senyum-senyum dan mempersilahkan bus tersebut pergi. Jujur saja, saya sungguh kecewa melihat hal tersebut. Para petugas yang menurut saya berintelek karena mereka mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan supir bus, perilaku mereka tidak mencerminkan sama sekali keintelekan mereka. Jika para petugas tidak menjalankan tugasnya dengan benar dan malah gelap mata mencari uang sogokan, untuk apa para petugas tersebut masih disana? Toh mereka hanya mengurangi sedikit ketidak-tertiban di Terminal itu.
Melihat hal tersebut membuat saya teringat dengan kasus korupsi yang terjadi di negara ini. Para koruptor yang tertangkap tidak mendapatkan hukuman yang pantas. Maksud kata pantas yang saya pakai adalah mereka tidak mendapatkan hukuman yang setimpal dan sesuai dengan pelanggaran yang mereka lakukan. Bagaimana bisa kasus kecil yang melibatkan orang kecil memperoleh hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan kasus besar yang melibatkan orang besar. Balik-balik lagi sogok-menyogok bukan? Saya rasa kasus sogok-menyogok yang ada di negara ini tidak akan mudah untuk ditumpaskan. Karena dapat kita lihat sogok-menyogok terlihat sudah mengakar dan membudidaya di sini. Memang tidak semua orang seperti itu, dan hal ini bisa ditumpas jika ada kemauan. Saya sebagai seorang mahasiswa yang belum mengenal dan belum tahu dengan pasti bagaimana kelamnya dunia hukum dan politik, mengharapkan dan bermimpi akan ada pemimpin Indonesia yang bisa menumpaskan masalah ini semua. Mungkin saya bisa mewujudkan mimpi saya itu dengan memulainya dari dalam diri saya sendiri.
